Cerita Eco Enzyme-ku

Aku mau cerita sedikit (tapi panjaaang..) tentang pengalamanku dengan Eco Enzyme. Apaan tuh?

Eco Enzyme (EE) adalah cairan hasil fermentasi dari gula merah, sayuran dan kulit buah segar dan air. Berdasarkan hasil googling, penemu EE adalah Dr. Rosukan Poompanvong, pendiri Asosiasi Pertanian Organik Thailand, yang melakukan penelitian sejak tahun 1980-an dan kemudian diperkenalkan secara lebih luas oleh Dr. Joean Oon, seorang peneliti Naturopathy dari Penang, Malaysia. Tahun 2003 FAO atau lembaga pangan dunia memberikan penghargaan kepada Dr. Rosukan atas temuan inovatifnya ini. Dr. Rosukan dengan arif mempersembahkan penemuan ini bagi masyarakat luas, tanpa meminta royalti apapun.

Keren banget nih si Ibu. Makasih ya Bu Rosukan.

Aku belum lama mengenal EE ini. Tanggal 27 Juli 2021 di masa isoman,  Bu Natalia (teman dosen di WBI) datang ke rumahku mengantarkan seporsi besar ayam saksang yang sungguh maknyus. Bu Nat juga memberikan satu botol cairan berwarna coklat (yang awalnya kupikir minuman empon-empon/jamu) dan mewanti-wanti ‘jangan diminum ya Bu.. itu Eco Enzyme’. Aku ingat beberapa hari sebelumnya  ada melihat status foto WA Bu Nat yang lagi panen EE. Tanggal 29 Juli 2021 ada yang mengiriimkan modul pembuatan dan manfaat EE di WAG Kamakris. Ini rasanya seperti serendipity, kebetulan yang menyenangkan.  Aku jadi tertarik untuk buat EE ini karena bahan dan cara buatnya gampang, sementara manfaatnya segudang.

Terima kasih Bu Nat.

Keeseokan harinya  aku (NP) banyak bertanya ke Bu Nat (BN) terkait gula merah sebagai bahan pembuatan EE.

NP: Kenapa ya harus pake gula aren/merah?

BN: Ecoenzyme itu kan proses fermentasi oleh mikroorganisme, Bu. Jadi supaya MO nya tumbuh, kita kan kasih makanan untuk energinya. Nah, gulmer itu yang jadi sumber energi MO nya. Kayak buat tape, raginya kan kita kasih makan, makanannya gula yang terkandung di singkong.

NP: Gula yang ada di kulit2 buah itu ga cukup?

BN: Gula buah dan gulmer beda tipe, Bu. Kalau di buah sukrosa namanya, kalo di gulmer namanya glukosa. Glukosa paling mudah dipecah jadi energi. Sukrosa juga bakalan dipake sama MO-nya kalo glukosanya habis tapi proses pemecahannya lama.  Makanya disupply dengan glukosa yang mudah dicerna dulu supaya ada energi buat bertumbuh.

NP: Kalo gula putih/pasir itu bukan tipe glukosa?

BN: Glukosa Bu. Bedanya adalah gulmer selain mengandung C, dia juga mengandung lebih banyak N drpd gula pasir. Dimana selain C sebagai sumber energi, N berfungsi untuk memperbanyak biomassa sel-nya si MO. Makanya untuk fermentasi lebih banyak dipakai gulmer dan gula tebu dibanding gula pasir.

NP: Sipp.. Mengerti sekarang.

Akhirnya pada tanggal 01 Agustus 2021 aku pun membuat EE pertamaku 🙂 Aku punya wadah toples plastik ukuran 2.5 liter.  Sesuai dengan modul yang aku baca disarankan maksimal air yang digunakan adalah 60% dari volume wadah, 10% gula merah dari volume air dan 30% bahan organic (kulit buah/sayur) dari volume air. Sehingga formula yang kupakai : 1.500 ml air bersih + 150 ml  gula merah cair + 450 gram  kulit sayur dan kulit buah yang sudah dicuci. Campurkan ketiga bahan dalam wadah, aduk lalu tutup. Pastikan tutup dengan rapat.

—————————

Hari demi hari berlalu, aku juga sudah mulai banyak aktivitas lagi pasca isoman. EE dari Bu Nat malah belum digunakan sama sekali, hhehe. Ada perasaan kuatir untuk menggunakannya sebagai campuran shampoo, sabun mandi, sabun cuci piring, pembersih lantai apalagi sebagai campuran untuk kumur-kumur.  Wadah larutan EE yang kubuat juga sama sekali tidak pernah aku buka. Dibiarkan saja di wadahnya padahal setiap hari aku melihatnya.

Tanggal 18 Oktober 2021 kak Renta, kakak KTB- ku kontak aku menanyakan alamat blog-ku. Dah lama juga ndak chit-chat sama kak Renta. Aku complaint kok belum dibukakan akses membaca blog-nya, hahah.. Ternyata beliau lupa.

Tanggal 24 Oktober 2021 kak Renta info kalo aku sudah bisa akses ke blog-nya. Dua hari kemudian aku berkunjung ke blog-nya dan sempat baca beberapa tulisan si kakak. Salah satunya tentang EE. Wah, ternyata kak Renta ada buat EE dan sudah menggunakannya. Aku WA kak Renta, pamer foto EE buatanku yang akan segera panen beberapa hari lagi. Kak Renta surprised senang pas tau aku juga sudah buat EE dan kami jadi panjang ngobrol tentang EE. Akhirnya hari itu aku merasa diyakinkan untuk mulai menggunakan EE dari Bu Nat sebagai campuran shampoo untuk keramas 😀 

EE perdana yang kubuat

Hari berikutnya aku makin pede untuk campurkan EE sebagai larutan untuk kumur-kumur. Juga mulai menambahkan EE ke sabun mandi dan sabun wajah. Melarutkan EE ke air hangat dan dipakai untuk merendam kaki (detoks).  Bu Imah yang bantu bersih-bersih rumah aku minta menambahkan EE ke cairan pembersih lantai dan beliau bilang lantai benaran lebih kesat. Teranyar aku campurkan EE ke larutan detergen untuk mencuci baju. Pada saat bilas tampak busa sabun tidak terlalu banyak.

Sebagian manfaat EE, foto dari hasil googling

Kamis, 04 Nov 2021 aku panen perdana EE. Aku cium aromanya asam khas fermentasi. Tapi warnanya butek, hahah.. Setelah baca dan nonton youtube ulasan orang-orang tentang EE, mungkin hal berikut ini penyebab warna EE perdanaku butek:

  • lebih banyak kulit sayur daripada kulit buah, disarankan 80% kulit buah, 20% sayur
  • Aku langsung pakai air PAM dari keran, seharusnya dibiarkan dulu 1×24 jam agar kaporit di air PAM mengendap.
  • Wadah tidak pernah dibuka sejak dibuat, ternyata disarankan dalam satu bulan pertama,  sekali seminggu wadah dibuka untuk mengeluarkan gas.

Hasil yang belum sempurna ini  tanpa malu aku pamerkan sebagai status foto WA, hahha.. Ada 3 orang teman yang bertanya, salah satunya kak Devi yang langsung tertarik untuk mencoba karena setiap hari kak Devi pasti konsumsi buah sehingga sampah buahnya selalu ada. Aku merasakan senang yang mungkin mirip dengan kak Renta rasakan di atas 🙂

Masih banyak hal seru menantiku dengan EE  ini. Kusiap terus belajar dan menikmati prosesnya dan tentu saja hasilnya. Yuk buat lagiii..

Leave a comment